Senin, 01 Februari 2010

Data PHK Depnakertrans Diragukan

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memperkirakan dalam 3-4 bulan terakhir angka pemutusan hubungan kerja (PHK) secara nasional bisa mencapai 500.000 orang. Informasi Depnakertrans yang menyebutkan jumlah tenaga kerja yang di-PHK sebanyak 27.000 sangat diragukan kebenarannya.

“Sebaiknya pemerintah menunjukkan keadaan yang sebenarnya, sehingga tidak menimbulkan bias di masyarakat,” ujar Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Investasi, Chris Kanter seusai rapat di kantor Menko Perekonomian di Jakarta, Kamis (22/1).

Chris mengatakan, pihaknya tidak menganggap Depnakertrans bohong, apalagi fakta di lapangan memang tak semua PHK dilaporkan. Namun, Chris berharap agar pemerintah tidak menggambarkan bahwa PHK di Indonesia hanya 27.000 orang. Sebab, hal itu akan menyebabkan masyarakat menganggapnya tidak ada masalah.

Padahal, menurut dia, begitu banyak tenaga outsourcing, yang merupakan lapisan pekerja yang pertama kali dipecat perusahaan, tidak pernah dicatat sebagai PHK. Chris menjelaskan, menurut aturan, pemberhentian tenaga outsourcing memang tidak perlu melapor, tetapi tidak berarti bisa dianggap tidak ada PHK.

“Jika ditambah PHK-PHK yang tidak masif angkanya, dan PHK juga tidak masuk catatan karena memang tidak perlu melapor. Saya kira jumlah yang di-PHK dalam 3-4 bulan ini mencapai 500.000 orang,” katanya.

Oleh karena itu, menurut Chris, berbagai program stimulus yang disiapkan oleh pemerintah perlu segera direalisasikan. Upaya itu sangat diperlukan agar situasi tidak semakin memburuk, dan angka PHK tidak semakin membengkak.

Sementara Ketua Serikat Pekerja Nasional, Bambang Wirahyoso mengatakan, angka PHK secara nasional sewajarnya akan lebih dari 27.000, karena berdasarkan laporan dari anggota-anggota SPN yang dipecat di Jabar, Banten, dan Jatim saja, jumlahnya sudah mencapai 20.000 pekerja.

“Kami memang baru menerima laporan dari tiga provinsi. Angkanya sudah 20.000. Itu baru dari SPN saja. Jadi, jika dijumlahkan dengan anggota dari serikat pekerja lain, angkanya saya kira akan lebih dari 27.000 orang,” katanya.

Namun, menurut Bambang, semua angka PHK tersebut tidak seluruhnya diakibatkan oleh dampak krisis finansial global. Sebab, kata dia, dari jumlah tersebut tidak sedikit perusahaan yang melakukan PHK pada awal-awal krisis. Hal itu berarti bahwa PHK yang dilakukannya diakibatkan oleh masalah lainnya yang terjadi sebelum krisis.

“Urusan krisis global ini memang banyak dijadikan alasan, untuk dimanfaatkan oleh sebagian kalangan. Tak hanya oknum pengusaha, tetapi juga oleh oknum pemerintah,” ujarnya tanpa penjelasan lebih lanjut.

Dengan demikian, menurut Bambang, sekarang ini pihaknya melakukan segala upaya agar PHK tidak terus-menerus terjadi. Upaya tersebut di antaranya dengan mengembangkan opsi-opsi untuk negosiasi, agar perusahaan bisa tetap beroperasi dan pekerja tetap memiliki pekerjaan.

“Akan tetapi, untuk perusahaan yang memang harus melakukan PHK, maka harus benar-benar diperhatikan dan diperjuangkan agar hak-hak pesangon untuk pekerja yang di-PHK dipenuhi,” katanya.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pertekstilan (API) Jabar, Ade Sudradjat mengatakan, pada industri TPT (tekstil dan produk tekstil) Jabar, angka PHK yang sudah masuk kurang lebih 20.000 orang, yang pada umumnya tenaga kerja di sektor hulu.

“Jika tidak ada perubahan dalam iklim usaha di industri TPT, besar kemungkinan angka PHK tersebut akan lebih besar lagi. Sekalipun PHK diupayakan sedemikian rupa supaya menjadi jalan terakhir, jika kondisinya terus memburuk bisa apa lagi?” katanya.

Menyinggung industri TPT yang paling banyak terdapat PHK-nya, Ade mengatakan, industri-industri TPT di sektor hulu menjadi penyumbang terbesar angka-angka PHK tersebut. Alasannya, sektor tersebut merupakan yang paling terkena dampak krisis global.

Ade menjelaskan, permintaan di industri hulu langsung merosot karena permintaan di hilirnya juga mengalami penurunan. Selain menghadapi anjloknya order, kata dia, mereka pun harus menghadapi kurs dolar yang tinggi, yang membuat biaya produksi membengkak.

“Dengan kondisi tersebut, mereka harus mengurangi produksi. Awalnya bisa dilakukan dengan jalan merumahkan sebagian karyawan mereka, lama kelamaan ya harus PHK,” katanya. (Rahmat Saepulloh/ pr)

Sumber :
http://www.karir-up.com/2009/01/data-phk-depnakertrans-diragukan/
23 Januari 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar