Senin, 01 Februari 2010

Pesangon Karyawan yang Di-PHK Idealnya 20 Kali PTKP [Pendapatan Tidak Kena Pajak]

Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) meminta pembatasan upah atau ceiling wage yang ditetapkan pemerintah dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pesangon minimal mencapai 20 kali Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau Rp 22 juta. Angka itu jauh lebih tinggi dari jumlah yang digariskan pemerintah sebesar lima kali PTKP atau Rp 5,5 juta.

“Jangan korbankan pekerja kecil tapi pekerja ‘kerah putih’ dipersilakan berunding. Serikat pekerja bisa kompromi asalkan besaran ceiling wage tidak lima kali, melainkan 20 kali PTKP. Kalau memang perusahaan mampu membayar pekerja di atas itu, silakan bayar, jangan menggeneralisasi,” kata Ketua Umum KSBSI Rekson Silaban di Jakarta, akhir pekan lalu.

Menurut dia, SBSI menolak RPP Pesangon karena ketentuan itu menggeneralisasi pekerja dan perusahaan yang kondisinya berbeda-beda.

“Perusahaan besar yang sudah mengatur cadangan atau mampu membayar pesangon sesuai UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan akan cenderung menggunakan RPP ini untuk memangkas jumlah karyawan,” paparnya.

Dia menambahkan, suara serikat pekerja sudah bulat menentang RPP Pesangon. Apalagi nilai pesangon dalam RPP Pesangon lebih kecil dibanding UU 13/2003. “Penerapan ceiling wage lima kali PTKP cenderung diskriminatif dan besaran premi tabungan cadangan PHK sebesar 3% terlalu kecil,” tuturnya.

Rekson mengemukakan, alasan pemerintah bahwa RPP tersebut diterapkan demi melindungi 99% pekerja yang upahnya di bawah lima kali PTKP kurang tepat.

“Memang ada pekerja bergaji Rp 25 juta pesangonnya dapat menutupi beberapa pekerja yang bergaji sebatas PTKP. Tapi perusahaan besar kan sudah punya cadangan pesangon untuk pekerja yang upahnya tinggi. Mereka bisa negosiasi. Kesejahteraan mereka juga sudah terjamin. Kenapa memaksa yang 99%?!” tandasnya.

Hal serupa, menurut dia, berlaku bagi premi. “Yang sudah mampu silakan bayar di atas 3%. Jangan paksa semua bayar 3%. Seperti mekanisme upah minimum provinsi (UMP), kalau perusahaan tidak mampu silakan ajukan permohonan tidak mampu. Lalu perusahaan merundingkan dengan pekerja,” ujarnya.

Dia mengakui, pihaknya menyepakati perlunya penyelenggara pengelola dana cadangan secara multiprovider atau melibatkan banyak penyelenggara. “Kami tidak mau ada monopoli,” tuturnya.

Lebih Memberatkan
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bidang Advokasi Hasanuddin Rachman mengungkapkan, pemerintah kembali memaparkan RPP Pesangon di hadapan perwakilan pengusaha dan serikat pekerja, Senin (17/9).

Sumber :
http://www.ksbsi.or.id/news.php?extend.11
25 September 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar